“Semarang, I’m coming!!” teriakku dalam hati. Segeralah aku menghampiri temanku untuk mengajaknya berkumpul.
Hari ini, AMIN (organisasi di desaku) mau piknik ke Semarang. Kumpulnya jam setengah 6, soalnya berangkat jam 6. Biar nggak molor gitu. Padahal, sama aja. Undangan jam setengah 6, pada kumpul jam 6.
Jam 6 pas. Udah dateng semua, sekarang waktunya baris buat di absen abis itu berdoa. Do’a nya dipimpin sama bapak Kyai “Bismillahirahmaanirrahim … Alhamdulillah”. Selese berdo’a, kita masuk bus.
Kemudian, bapak Kyai pun kembali beraksi. “Ayo sekarang kita berdo’a lagi. Bismillahirrahmanirrahiim … Alhamdulillah”, bapak Kyai duduk lagi.
Bus mulai berjalan pelan-pelan. Bapak Kyai berdiri lagi “Sekarang kita berdo’a lagi. Tadi do’a sebelum bus berangkat, sekarang do’a pas kendaraannya mulai jalan”.
“Loh, do’anya beda to?!”, tiba-tiba ada yang nyeletuk.
“Iya. Ya sudah, sekarang kita berdo’a dulu. Bismillah … Alhamdulillah"
Bus jalan lagi. Selama perjalanan, banyak yang ngobrol cerita ini itu. Terus ada juga yang jalan mondar mandir di dalam bus cari plastik buat jaga-jaga kalau-kalu dia atau temen sebelahnya mabuk, ada yang kedinginan karena AC yang terlalu dingin ‘brrr’. Dan yang lain tertidur dengan pulas ‘zzz’.
Kira-kira kurang lebih butuh 4 jam perjalanan Jogja-Semarang. O iya, kita melewati rumahnya Syeh Puji lho. Rumahnya besar banget. Di depan rumah, ada satpam nya. Terus dari luar kita bisa ngeliat mobil-mobilnya Syeh Puji yang di parkir di dalam rumah. Jadi kayak showroom gitu.
Jam 10.00 WIB. Kita sampe di Semarang. Tujuan pertama di Lawang Sewu. Sip! Bus di parkir, penumpang turun semua.
Setelah turun semua. “Rombongan kumpul di sini dulu, mbak, mas!” perintah salah seorang petugas di sana. “Sini sini”. Setelah kumpul, “Mbak, ikutin masnya yang pake baju item itu ya! Itu pemandunya! Yang di sebelah sana!”, kata petugasnya sambil nunjuk orang yang dimaksud.
“Ayo sekarang kita masuk. Nah, Lawang Sewu dibangun pada tahun 1904. Dulu gedung ini digunakan untuk kantor pusat kereta api pada jaman Belanda. Kemudian direbut tentara Jepang untuk dijadikan benteng pertahanan.” kata bapak pemandunya menjelaskan sejarah Lawang Sewu.
“Pak! Ini gedung nya pintunya ada seribu gitu? Kok namanya Lawang Sewu?!” tanya salah seorang anak.
“Oo. Gedung ini diberi nama Lawang Sewu karena pintu nya yang banyak sekali. Iya, sini, mbak! Kalau mau foto, di tangga yang besar ini. Tangga ini dulu di pakai untuk shooting film Ayat-Ayat Cinta.” kata bapaknya. “Sini, semua baris di atas. Saya fotoin”, bapaknya menawarkan diri untuk menjadi fotografer sementara.
“Lagi, pak! Aku mau sendiri”, kataku.
“Yok, satu.. dua.. tiga..!”
“Masih ada yang mau foto nggak? Kalau nggak, sekarang kita naik tangga ini. Kita ke atas.” bapaknya ngajak jalan ke atas. “Eh, mas, mbak. Yang rombongan sini jangan ikut rombongan yang lainnya. Nanti kita juga lewat sana kok."
“Oke, pak!”
“Ini adalah gambar blablabla. Ini kacanya masih asli, Bu!” kata bapaknya ke Ibu Kyai (itu istrinya bapak Kyai).
“Nah sekarang lewat sini. Silahkan kalau mau foto-foto lagi!” bapaknya mempersilahkan.
“Eh, ini apa e?” tanya ku pada Nana, temanku.
“Ini ruang uji nyali yang dibilangin bapaknya tadi”
Breem. Bus berjalan lagi. Tujuan kedua adalah Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Kurang lebih kurang dari 1 jam perjalanan ke Masjid Agung. Sebelum sampai di Masjid Agung, bapak Kyai berdiri dan berkata “Nanti di masjid Agung, sholatnya di jama’ qashar ya! Jadi, dhuhur dulu lalu ashar. Masing-masing 2 rakaat.”
“Iya, Pak!” jawab semuanya serempak.
Pas banget, jam 12 kita sampai di Masjid Agung. Bus di parkir dan turun. “Untuk panitia, tolong sebelum turun membawa makan untuk makan siang!” perintah seorang panitia.
“Horee. Sampai di Masjid Agung. Ini kedua kalinya aku ke sini. Hmm, nggak banyak berbeda dari sebelumnya. Masih keren aja.” Kataku dalam hati. Nggak sabar banget buat sholat lagi di Masjid itu dan nggak lupa foto-foto.
Sebelum sholat, kita makan siang dulu. Makan nya udah disediain sama panitia. Makannya pake lauk ayam goreng, capcay, dan tahu. Enaak. Kita makan bareng-bareng di serambi.
“Ki, udah selesai makan? Sholat yuk!” ajak mbak Desi.
“Ok, ok! Ayo!” kataku bersemangat.
“Sholatnya di atas aja ya! Nanti sandalnya dititipin di bawah”
“Iya deh. Terserah. Soalnya aku udah lupa dulu gimana waktu ke sini. Haha” kataku sambil tertawa. Maklumlah short term memory ku terlalu aktif. Aku pun mengikuti mbaknya tadi.
Selesai sholat.
“Eh, sekarang di suruh ke menara. Udah ditunggu di sana.” kata Nana yang baru saja mendapat SMS dari temanku yang sudah berada di menara.
“Ok deh.”
Sampai di menara.
“Ayo sini! Antri! Udah mau naik” kata masnya.
“Mbak ikut rombongan ini?” tanya petugasnya.
“Iya, mbak! Yang ini juga. Sama yang di sebelah sana.” kataku sambil menunjuk yang lain.
“Baris dua-dua, mas, mbak! Yang lain baris di lift yang sebelah ya! Biar nggak rame banget.” kata petugasnya memerintah.
Sampai di atas menara.
“Waw! Keren banget!” kataku berteriak. Dari atas menara, kita bisa melihat kota Semarang. Bagusss bangettsss.
“Eh, tolong fotoin aku!” kataku pada Fani yang sedari tadi bersamaku.
Waktu keliling, aku ketemu sama teman-teman yang lain. Mereka lagi foto-foto. Terus, aku ikut foto-foto deh. View nya baguss.
“Eh, udah yuk kita turun. Pengen foto-foto di bawah” ajak mbak Desi.
“Mbak, udah mau turun to? Mau naik kereta yang muterin Masjid?” tanya istri pak Kyai.
“Hehe” aku dan teman-temanku cuma tertawa.
Sampai di bawah.
“Ki, diajak naik kereta. Mau nggak?” kata Nana.
“Ya udah. Nggak papa. Dibayarin to?” kataku
“Iya. Ayo!” kata temanku sambil berlari ke kereta.
“Di gerbong belakang aja!” kataku.
‘grugudukdukduk’ semua berlari pengen ikut naik kereta. Kereta mulai jalan pelan-pelan. Ngingnging tututututttt. Bunyi keretanya. Jalur kereta nya muterin Masjid. Jadi, bisa lihat Masjid dari segala sisi. Ada sesuatu yang bikin aku dan teman-temanku agak geli. Ternyata, di taman-taman yang mengelilingi Masjid dan masih di lingkungan Masjid banyak orang-orang yang lagi pacaran. Oh God!
Sekarang kereta nya lewat tempat bus di parkir. Kebetulan di sana ada beberapa anak laki-laki yang masih serombongan.
Kita pun berkata “Ayo, sini! Ikut naik kereta muter Masjid”. Mereka para lelaki cuma ketawa-ketawa. Mereka terlalu jaim untuk menjadi seorang lelaki. Haha. Kemudian, salah satu dari mereka mengeluarkan sebuah kamera dan ‘klik.. jepret’.
Setelah kereta berhenti, kita turun dan cepat-cepat lari mau foto di halaman Masjid.
Kurang lebih jam setengah dua, semua sudah masuk ke bus. Dan kita akan segera berangkat ke tujuan terakhir. Pantai Maron.
Ternyata kalau ke pantai maron itu lewat daerah bandara gitu. Dan tau nggak? Kalau mau ke pantai maron, kita harus jalan tiga kilometer dari parkiran. Ahh, waktunya udah abis di jalan. Kalau itu benar-benar terjadi, sampai rumah, hanya baju yang mama liat. Aku nya udah abis di jalan.
Akhirnya, tujuan pindah ke pantai marina. Ahh, aku ilfil sama pantai marina. Tempatnya kotor banget. Cuma sampah yang ada disana. Tapi, kunjungan ke pantai marina kali ini berhasil mengurangi ilfil ku sama pantai marina. Aku menikmati. Kita semua naik kapal. Uuuuuhhh, seneng deh.
Di pantai cuma bentar. Udah dikejar waktu, takut sampe Jogja kemaleman padahal besoknya masuk sekolah. Jadi, kurang dari jam 5 kita sudah berangkat pulang ke Jogja.
Jam 9 tepat. Kita sampai di daerah asal kita. Di Ngijon Sendangarum Minggir Sleman Jogjakarta. Bus berhenti di depan masjid dan kita pulang ke rumah masing-masing.